Suku Betawi, Sejarah, Karakteristik Kepercayaan dan Kebudayaan yang Mempengaruhinya

Husaen al fatah
4 min readSep 4, 2023

--

Suku Betawi, Sejarah, Karakteristik Kepercayaan dan Kebudayaan yang Mempengaruhinya
suku betawi, suku asli dari Jakarta yang memiliki sejarah dan kebudayaan khas (freepik)

Suku Betawi adalah etnis mayoritas yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Suku Betawi merupakan campuran dari beberapa suku yang datang di Batavia selama penjajahan Belanda di tahun 1700-an.

Pada abad 17 itu, Batavia digunakan sebagai pusat pemerintahan dengan penduduk utama yang menonjol adalah Suku Betawi. Keunikan Suku ini tampak pada gaya dan intonasi bicara mereka.

Etnis Betawi merupakan hasil dari perpaduan antara suku Sunda, Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makassar, Tionghoa, Arab, Ambon, dan India yang bermigrasi dan menetap di Batavia.

Asal Mula Kata Betawi

Nama “Betawi” berasal dari perubahan kata “Batavia” menjadi “Betawi” yang disesuaikan dengan lidah masyarakat setempat. Suku Betawi terbentuk dari akulturasi masyarakat di Batavia yang kemudian menjadi suatu identitas dan suku baru.

Sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, menyebutkan beberapa asal kata Betawi, antara lain:

“Pitawi” (bahasa Melayu-Polinesia Purba) yang berarti larangan, merujuk pada suatu bangunan di Candi Batujaya.

“Betawi” (Bahasa Melayu Brunei) yang merujuk pada giwang yang ditemukan di Babelan, Kabupaten Bekasi abad ke-11 M.

“Guling Betawi” adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan daerah lain di Jawa serta Kalimantan. Sementara itu di daerah Kalimantan Barat, lebih tersohor dengan nama “Kayu Bekawi”.

Ada kemungkinan nama “Betawi” berasal dari jenis tanaman. Sejarah mencatat bahwa banyak daerah di Jakarta dinamai berdasarkan jenis flora seperti Gambir dan Bintaro. Sehingga, asal mula nama Betawi memiliki beberapa teori, mulai dari sejarah, bahasa, hingga flora.

Sejarah Betawi Sebelum masehi

Sejarah penduduk asli Jakarta (dulu dikenal dengan Sunda Kalapa) bermula sejak zaman batu, terutama era neolitikum. Bukti arkeologis dari Uka Tjandarasasmita menunjukkan adanya penghuni di Jakarta dan sekitarnya sebelum adanya Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5.

Paling tidak sejak 3.500–3.000 tahun lalu, wilayah yang dilintasi oleh sungai-sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, dan lainnya, telah dihuni oleh masyarakat.

Temuan artefak seperti kapak dan beliung menunjukkan bahwa mereka sudah mengenal pertanian dan peternakan serta memiliki struktur organisasi masyarakat yang teratur.

Yahya Andi Saputra berpendapat bahwa penduduk asli Jakarta adalah bagian dari penduduk Nusa Jawa yang memiliki kesamaan budaya dan bahasa. Namun, seiring waktu, karena berbagai faktor membuat mereka membentuk identitas suku tersendiri.

Sejarah Betawi Setelah Masehi

Abad ke-2: Jakarta dulu adalah bagian dari Kerajaan Salakanagara, dengan perdagangan yang sudah maju, termasuk hubungan dagang dengan Tiongkok.

Abad ke-5: Kerajaan Hindu Tarumanagara muncul dan dianggap sebagai kelanjutan dari Salakanagara. Pada era ini, kebudayaan dan kesenian mulai berkembang, termasuk tradisi petani dan kepercayaan pada Dewi Sri.

Abad ke-7: Tarumanagara ditaklukkan oleh Sriwijaya yang beragama Buddha. Penduduk Melayu mulai datang dan mendirikan permukiman, dan bahasa Melayu Kuno mulai menggantikan bahasa Sunda Kuno.

Abad ke-10: Persaingan antara Sriwijaya dan Kerajaan Kediri memuncak dalam perang yang juga melibatkan Tiongkok. Sriwijaya kemudian membawa migran Melayu dari Kalimantan barat ke wilayah Jakarta, yang membuat bahasa Melayu menjadi lebih dominan di daerah itu.

Sejarah Betawi Periode Kolonialisasi Belanda

Pada masa kolonial, komunitas Betawi terbentuk dari berbagai etnis yang menjadi pekerja atau budak di Batavia (Jakarta modern).

VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) memainkan peran penting dalam membentuk bahasa dan budaya Betawi. Etnis ini juga dipengaruhi oleh berbagai suku bangsa lainnya yang datang bekerja di Batavia, termasuk orang-orang dari Tiongkok, Arab, dan India.

Menurut sejarawan Australia, Lance Castles, dan antropolog Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, etnis Betawi terbentuk sekitar pertengahan abad ke-19 hingga akhir abad ke-19. Namun, pendapat ini menuai kritik dan terus menjadi subjek diskusi.

Setelah Indonesia Merdeka dari Belanda, jumlah suku Betawi di Jakarta menurun bahkan menjadi minoritas. Hal itu karena banyak dari mereka yang pindah ke wilayah lain di Indonesia.

Seni dan Budaya

Seni dan Budaya Betawi berasal dari temuan arkeologis, seperti giwang-giwang dari abad ke-11, serta percampuran budaya dengan etnis pendatang, yang dikenal dengan nama Mestizo.

Sejarah mencatat, Jakarta, dulu bernama “Kalapa”, sebuah daerah yang selalu menarik bagi para pendatang, termasuk pada masa Raja Pajajaran.

Jakarta dihuni oleh berbagai suku seperti Betawi, Sunda, dan lainnya, serta dipengaruhi budaya asing seperti Arab dan Belanda. Namun, budaya asli Betawi kini semakin hari semakin tersisih. Hal ini lantaran banyaknya warga Betawi yang pindah ke Jawa Barat dan Banten.

Agama dan Kepercayaan

Sebagian besar individu dari Suku Betawi menganut ajaran agama Islam. Sementara sejumlah kecil lainnya adalah Kumpulan dari agama Kristen Protestan dan Katolik.

Orang-orang yang beragama Kristen ini merupakan keturunan dari orang Portugis yang menetap di Sunda Kelapa sebelum pendudukan Belanda. Wilayah di mana mereka berdiam ini, kini dikenal sebagai Kampung Tugu.

Suku Betawi terkenal dengan sifat sosialnya yang mendalam, meskipun kadang cenderung ekstra. Masyarakat Betawi, khususnya yang memeluk agama Islam, sangat menghargai prinsip-prinsip keagamaan. Pendidikan agama kerap diterapkan dalam pengasuhan anak-anak di kalangan mereka. ***

Sumber : wikipedia, unpad, kumparan, rimbakita

--

--